
Kontribusi Penanganan PasPa Pada Komoditas Pangan Hortikultura Terhadap Upaya Penurunan Emisi GRK
Keterlibatan BSIP Jambi dalam mendukung Program Bio Carbon Fund ISFL (Initiative for Sustainable Forest Landscape) Provinsi Jambi dalam lingkup Tema Pascapanen telah berjalan selama 2 Tahun (2023-2024). Kegiatan yang dikoordinasikan oleh Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan Provinsi Jambi bertujuan untuk meningkatkan peran serta sektor pertanian khususnya pada lingkup Tema Penanganan Pascapanen komoditas Pangan dan Hortikultura dalam mendukung target penurunan Emisi carbon Provinsi Jambi. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk Bimbingan Teknis (Bimtek) berlangsung 2 Tahap terjadwal sejak akhir April hingga 09 Mei 2024.
Lokus kegiatan dilaksanakan dalam kawasan yang termasuk area penyangga hutan diantaranya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Bungo. Adapun materi Bimtek secara umum berkenaan dengan Penerapan penanganan pascapanen pada komoditas pangan yaitu padi serta komoditas hortikultura (nanas) serta keterkaitannya dengan isu kelestarian alam. Peserta yang mengikuti Bimtek adalah ketua Kelompok Tani (KT) yang tergabung dalam Gapoktan dan penyuluh (petugas lapang). Fokus Transfer Knowledge serta praktek penanganan pascapanen sesuai konsep Good Handling Practices (GHP) disampaikan kepada seluruh peserta. Adapun GHP pada komodiats padi disampaikan kepada KT Suka Maju Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjung Jabung Timur, KT Teluk Nilau Indah, Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, KT Lubuk Semantung Kecamatan Tanah Tumbuh Kabupten Bungo. Kemudian, penyampaian konsep GHP pada komoditas hortikultura, fokus pada buah nanas dan diikuti oleh KT Karya Maju, Desa Muntialo Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Secara umum, pascapanen adalah tahapan pengelolaan produk pertanian sejak panen hingga segera setelah panen yang terdiri dari kegiatan pembersihan, penyeleksian, pengeringan, penyimpanan hingga pengemasan. Mengacu pada Permentan No.73/Permentan/Ot.140/7/2013, pascapanen didefenisikan sebagai rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen, proses penanganan pascapanen hingga produk siap diantarkan ke konsumen (from farm to table). Istilah lain pascapanen adalah pasca produksi (Postproduction) yang terdiri dari dua tahapan kegiatan yaitu pascapanen (postharvest) dan pengolahan (processing).
Setiap tanaman apabila telah lepas dari induknya (setelah dipanen) akan sangat mudah mengalami kerusakan fisik sehingga memicu kerusakan kimiawi hingga produk menjadi busuk. Kerusakan yang terjadi tidak hanya menyebabkan kehilangan hasil secara kuantitatif tapi akan menyebabkan penurunan kualitas kemudian berdampak pada rusaknya nilai gizi produk. Berbagai faktor dapat mempercepat kerusakan produk pertanian setelah panen diantaranya faktor fisik, mekanik, biologi, mikrobiologis maupun fisiologis. Namun titik kritis kerusakan pascapanen terdapat pada faktor fisik atau mekanik yaitu disebabkan oleh penangangan manusia atau petani dimulai saat panen hingga tahapan berikutnya yang tidak ramah terhadap produk pertanian tersebut.
Faktor fisik atau mekanik dapat diartikan sebagai sikap, prilaku atau cara manusia (petani) dalam menangani produk pertanian saat panen hingga lepas panen. Cara penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan pelukaan pada jaringan produk dan hal ini menjadi pintu pembuka bagi kerusakan biologis, mikrobiologis ataupun fisiologis yang mempercepat proses pembusukan produk. Oleh karena itu, membangun pengetahuan serta kesadaran penanganan pascapanen yang baik dan tepat sangat diperlukan oleh petani dan petugas lapang. Produktivitas yang tinggi pada komoditas pertanian jika tidak dibarengi dengan penanganan pascapanen yang tepat disetiap tahapannya akan menyebabkan kehilangan hasil produk pertanian semakin tinggi. Kehilangan hasil dapat terus meningkat seiring dengan panjangnya rantai tahapan pascapanen yang dilakukan.
Disisi lain, kerusakan produk setelah lepas panen akan berakhir pada pembusukan yang selanjutnya disebut sebagai susut hasil ataupun susut cecer dan produk terbuang di lahan pertanian atau dilingkungan sekitar. Sebagai akibatnya produk menjadi limbah organik yang secara nyata turut memberi kontribusi menyumbang emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Secara alamiah, losses pascapanen (susut cecer) akan segera rusak, membusuk menjadi limbah organik kemudian dalam proses pembusukan akan menghasilkan gas rumah kaca seperti CH4 (anaerobik) dan CO2 (aerobik). Gas yang dihasilkan ini merupakan bagian dari gas rumah kaca (GRK) yang sangat berperan mempengaruhi kenaikan suhu bumi.
Oleh karena itu, memberi perhatian pada penerapan konsep penanganan pascapanen yang tepat (GHP) disetiap tahapannya merupakan salah satu langkah strategis bagi sektor pertanian untuk turut berkontribusi dalam mengatasi persoalan global yaitu fenomena “Perubahan Iklim (PI)”. Kita mengetahui bahwa secara umum posisi sektor pertanian dalam perubahan iklim adalah sebagai korban dari perubahan iklim sekaligus sebagai sumber emisi baik pada usaha pertanian (on farm) maupun saat lepas panen (off farm). Sungguhpun demikian, sektor pertanian berpeluang berkontribusi dalam penurunan emisi melalui berbagai aksi atau program diantaranya dari perspektif pascapanen yaitu melalui gerakan penanganan pascapanen yang baik dan tepat (GHP) untuk semua komoditas disetiap tahapannya.
Diharapkan Bimtek mengenai pentingnya penerapan pascapanen yang baik dan tepat kepada setiap pelaku usaha tani lebih massif dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan. Menerapkan penanganan pascapanen dengan tepat memberi arti bahwa, petani atau pelaku usaha tani telah berupaya untuk meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan pendapatan dan dalam waktu yang bersamaan telah bersinergi melakukan mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK). Akhir dari Bimtek adalah membuat komitmen perbaikan oleh masing-masing peserta dengan penuh kesadaran untuk berubah. Dengan demikian peran aktif sektor pertanian dari perspektif pascapanen merupakan langkah nyata adaptasi serta upaya mencegah dampak dari perubahan iklim global. (DN)